e-MUSRENBANG

e-MUSRENBANG

Halaman login e-musrenbang

IMPLEMENTASI E-MUSRENBANG (SISTEM INFORMASI MUSYAWARAH RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH) BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

A.LATAR BELAKANG PEMIKIRAN

Musrenbang adalah hasil assesmen paling penting terhadap usulan program yang prioritas dari masyarakat karena apa yang dihasilkan merupakan kebutuhan masyarakat yang sebenarnya. Dijelaskan, mengacu pada aturan hukum yang berlaku, dalam hal ini UU No 25 Tahun 2004 tentang Strategi Perencanaan Pembangunan Nasional, maka partisipasi masyarakat harus menjadi prioritas utama dalam merencanakan pembangunan sebagai bentuk dari proses demokrasi.

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang RatifikasiKovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik Pasal 25 butir (a) menyatakan Bahwa “setiap warga negara harus mempunyai hak dan kesempatan, tanpa pembedaan apapun untuk ikut serta dalam pelaksanaan urusan pemerintahan, baik secara langsung maupun melalui wakil-wakil yang dipilih secara bebas”.

Selain itu, UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 139 ayat (1) menyebutkan bahwa,“masyarakat berhak untuk memberikan masukan secara lisan atau tertulis dalam rangka penyiapan atau pembahasan rancangan Perda”, ditambahkan pula dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 tentang Kecamatan, Pasal 29 ayat (1) menyebutkan, “Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan di kecamatan, disusun perencanaan pembangunan sebagai kelanjutan dari hasil Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa/Kelurahan”. Hal ini menunjukkan bahwa prioritas dalam penentuan rencana harus berdasarkan pada usulan hasil musyawarah yang dilaksanakan dari tingkat desa dengan mengakomodir semua kebutuhan dan kesejahteraan masyarakat sebagai sasaran pembangunan.

Secara ideal Musrenbang lebih bermakna serta berkelanjutan jika SKPD mensinkronkan kegiatan yang ada di unit kerjanya sesuai dengan kebutuhan masyarakat, sehingga dana yang ada di SKPD pemanfataannya lebih maksimal untuk kepentingan masyarakat. Beberapa ahli mengatakan bahwa bila suatu perencanaan sudah disusun dengan rapi dan matang diyakini sistem penyelenggaraan pemerintahan akan berlangsung baik sesuai dengan harapan masyarakat serta visi dan misi pemerintah daerah.

Musrenbang dalam implementasinya berisi proses musyawarah masyarakat tentang pembangunan daerah yang di laksanakan guna untuk mendapatkan suatu kesepakatan di antara masyarakat di setiap daerah yang akan di adakan pembangunan. Musrenbang merupakan suatu forum di mana masyarakat dapat menyampaikan aspirasi meraka, dalam proses pembangunan yang akan di laksanakan tentang bagaimana yang seharusnya di lakukan pemerintah serta sebaliknya yang harus di lakukan masyarakat dalam pembangunan yang akan di laksanakan. Secara hierarkhi musrenbang adalah proses memajukan setiap daerah mulai dari desa/kelurahan,kecamatan,kabupaten/kota,provinsi hingga pusat.

Musrenbang RKPD merupakan wahana publik (‘public event’) yang penting untuk membawa para pemangku kepentingan (stakeholders) memahami isu-isu dan permasalahan pembangunan daerah mencapai kesepakatan atas prioritas pembangunan, dan consensus untuk pemecahan berbagai masalah pembangunan daerah. Musrenbang lazimnya dilaksanakan setelah selesainya ‘tahap persiapan’ penyusunan rencana (analisis situasi dan rancangan rencana) dari keseluruhan proses perencanaan partisipatif.

Musrenbang RKPD bertujuan menstrukturkan permasalahan, mencapai kesepakatan prioritas issu dan permasalahan daerah, serta mekanisme penanganannya. Musrenbang RKPD merupakan wahana untuk mensinkronisasikan dan merekonsiliasikan pendekatan “top-down” dengan “bottom-up”, pendekatan penilaian kebutuhan masyarakat (community need assessment) dengan penilaian yang bersifat teknis (technical assessment); resolusi konflik atas berbagai kepentingan pemerintah daerah dan non government stakeholders untuk pembangunan daerah, antara kebutuhan program pembangunan dengan kemampuan dan kendala pendanaan, dan wahana untuk mensinergikan berbagai sumber pendanaan pembangunan.

Perencanaan pembangunan yang ditujukan untuk kepentingan masyarakat tidak akan berhasil tanpa peran serta masyarakat didalam pembuatan perencanaan tersebut. Menyadari akan pentingnya peran serta masyarakat, pemerintah mengharuskan didalam pembuatan perencanaan pembangunan baik pusat maupun daerah dilakukan musyawarah secara berjenjang dari tingkat bawah.

Proses tersebut diawali dengan Musrenbang desa, Musrenbang kecamatan, Musrenbang Kabupaten/Kota dan Musrenbang Provinsi dengan tujuan untuk mengoptimalkan partisipasi masyarakat sesuai dengan amanat undang-undang. Jika ditinjau dari proses kebijakan publik proses perencanaan pembangunan meliputi empat kegiatan yaitu perumusan masalah, perumusan agenda, perumusan usulan dan pengesahan usulan. Proses tersebut dimulai dari tingkat musrenbang desa dimana masyarakat desa dapat

berpartisipasi untuk memberikan masukan tentang permasalahan yang dihadapi mereka beserta alternatif pemecahannya di tingkat desa untuk dibawa ditingkat musrenbang kecamatan dan selanjutnya dibawa ke musrenbang kabupaten/kota maupun provinsi. Namun, ditingkat kabupaten/kota, provinsi ataupun pusat ini terjadi proses selanjutnya yaitu penyusunan agenda pemerintah, didadalam proses inilah terjadi penyaringan usulan-usulan untuk disesuaikan dengan kepentingan-kepentingan politik atau pemerintah yang dapat menyebabkan bias terhadap kepentingan publik terutama yang diusulkan masyarakat melalui musrenbang. Selanjutnya, setelah melalui tahapan agenda setting selanjutnya usulkan untuk proses legislasi yang dilakukan oleh pemerintah beserta DPR/D untuk ditetapkan sebagai Peraturan / Undang-Undang.

Didalam penentuan kebijakan pembangunan daerah, aspirasi masyarakat dapat dilakukan melalui tiga jalur yaitu :

  1. Jalur Musrenbang dimana masyarakat dapat menyalurkan aspirasinya secara langsung sesuai dengan tingkatannnya.
  2. Jalur Politik atau melalui partai politik yang dilakukan oleh anggota dewan dalam masa reses.
  3. Jalur birokrasi yang dapat langsung disampaikan melalui SKPD maupun kepala daerah.

Jalur musrenbang dapat dikatakan sebagai jalur utama didalam menyalurkan aspirasi dan peran serta masyarakat didalam penentuan perencanaan pembangunan. Melalui jalur inilah mayoritas aspirasi masyarakat disalurkan sebagai masukkan bagi proses perencanaan pembangunan selanjutnya.Walaupun dikatakan sebagai jalur utama aspirasi masyarakat, aspirasi yang disampaikan dijalur ini juga dapat dikatakan sebagai jalur yang paling lemah pada proses perumusan agenda dan usulan kegiatan.

Masyarakat tidak banyak tahu seberapa besar peluang usulannya yang ditampung dan ditindaklanjuti dalam proses pembangunan atau seberapa besar persentase kegiata-kegiatan yang tertuang didalam dokumen perencanaan yang berasal dari aspirasi musrenbang. Inilah problem utama partisipasi masyarakat yang dihadapi didalam proses kebijakan penentuan perencanaan pembangunan di Indonesia. Jika dilihat lebih lanjut maka penyebab lemahnya aspirasi masyarakat tersebut dapat digolongkan menjadi dua kelompok yaitu :

  1. Eksternal, yang dimaksud adalah kondisi diluar sistem birokrasi pemerintah yaitu masyarakat umum.
  2. Internal, yang dimaksud adalah kondisi didalam sistem birokrasi pemerintah.

Penyebab utama kelemahan dari sisi eksternal atau masyarakat termasuk didalamnya LSM, Kelompok-kelompok masyarakat dan civil society lainnya untuk lebih berperan serta dalam proses perencanaan   pembangunan adalah kapasitas dan kapabilitas mereka yang tidak mencukupi untuk mengikuti proses perencanaan pembangunan tersebut. Pada berbagai kesempatan musrenbang banyak peserta maupun pengamat pelaksanaan musrenbang tingkat kabupaten/kota yang kami ikuti dapat simpulkan bahwa usulan-usalan mereka terlalu mikro dan lebih banyak pada pembangunan fisik saja misal dalam musrenbang tingkat kabupaten/kota masyarakat masih mengusulkan perbaikan selokan desa, tembok makam rehab balai desa dan lain sebagainya.

Disamping itu, didalam masyarakat sendiri terdapat hambatan kultur yang membuat iklim dan lingkungan menjadi kurang kondusif untuk terjadi partisipasi. Kejadian yang sering dijumpai dalam pelaksanaan musrenbang yakni dari sekian banyak masyarakat yang diundang dalam sebuah forum yang berani mengutarkan pendapat hanya segelintir orang, sebagian besar yang lain hanya diam tidak berpendapat bahkan menginginkan forum tersebut segera disudahi. Dari tahun ke tahun kapasitas pelaksanaan tidak banyak berkembang, lalu Apa penyebabnya? karena mereka tidak atau kurang diberdayakan (dikembangkan). Dalam kasus ini terdapat dua pihak yang paling bertanggungjawab terhadap kasus tersebut yaitu pemerintah dan partai politik.

Pertama, Pemerintah selama ini memandang bahwa untuk berpartisipasi dalam penyusunan perencanaan pembangunan cukup dengan menyampaikan permasalahan dan usulan saja. Namun, pemerintah tidak menyadari bahwa masyarakat sipil kita tidak mempunyai informasi yang cukup tentang Visi, Misi dan tujuan yang hendak dicapai. Hal tersebut menyebabkan usulan-usulan yang disampaikan oleh masyarakat tidak sesuai dengan program-program pemerintah

Kedua, Partai politik yang merupakan bagian dari stuktur politik bangsa ini mempunyai lima fungsi yaitu :

  1. Pendidikan politik.
  2. Mempertemukan kepentingan.
  3. Agregasi kepentingan.
  4. Komunikasi politik.
  5. Seleksi kepemimpinan.

Kenyataan yang terjadi, seringkali masyarakat dikecewakan oleh partai politik yang disebabkan fungsi-fungsi tersebut diatas tidak berjalan sebagaimana mestinya. Parpol lebih banyak memperjuangkan kepentingannya dari pada kepentingan masyarakat luas. Seharusnya parpol melalui wakil-wakilnya di DPRD memberikan pendidikan politik yang baik kepada masyarakat paling tidak dengan memberikan contoh yang baik, mendengarkan keluhan masyarakat dan mengawal aspirasi masyarakat. Namun, dalam banyak kesempatan para anggota dewan yang terhormat sering tidak hadir dalam acara musrenbang tingkat desa dan kecamatan, ataupun mereka hadir tetapi kurang interest dengan forum tersebut.

Hal tersebut menyebabkan Masyarakat pesimis terhadap fungsi anggota dewan sebagai argregator  dan artikulator kepentingan masyarakat, mereka menilai bahwa kehadiran wakil rakyat tidak banyak manfaatnya bagi forum tersebut. Seperti yang sudah dijelaskan diatas selain faktor eksternal juga terdapat faktor internal pemerintah yang menyebabkan partisipasi masyarakat belum efektif di dalam sistem perencanaan pembangunan.

Sistem Perencanaan Pembangunan yang disusun dengan jadwal yang ketat mengakibatkan masyarakat tidak mempunyai cukup waktu untuk menyampaikan seluruh aspirasinya. Sebagai contoh musrenbang provinsi yang menghadirkan pemangku kepentingan yang berjumlah ratusan orang hanya dilaksanakan dalam satu hari. Kondisi tersebut tidak memberikan waktu yang cukup bagi masyarakat untuk menyampaikan seluruh aspirasinya.

Aparat birokrasi yang paling bawah ditingkat desa / kelurahan maupun kecamatan tidak memperoleh informasi yang cukup tentang program-program kabupaten / kota. Ada dua kemungkinan penyebab hal tersebut terjadi yaitu karena mereka tidak memperoleh informasi yang cukup dari kabupaten / kota atau mereka sendiri tidak ingin tahu  perencanaan pembangunan daerah yang tertuang didalam dokumen-dokumen perancanaan pembangunan. Hal tersebut dapat dilihat dengan minimnya kecamatan atau kelurahan yang mempunyai buku atau dokumen RPJP daerah atau RPJM daerah.

Masih  besarnya dominasi program-program pemerintah kabupaten/kota, provinsi atau pemerintah pusat  didalam menentukan kebijakan, program dan kegiatan didalam perencanaan pembangunan. Besarnya dominasi tersebut menyebabkan aspirasi-aspirasi masyarakat (Bottom up) mentah pada tahapan penentuan agenda dan usulan kebjakan.

Terpisahnya jalur perencanaan kegiatan dan keuangan menyebabkan akses masyarakat untuk menentukan anggaran menjadi sangat terbatas. Masyarakat selama ini hanya mempunyai peran didalam perencanaan kegiatan melalui jalur musrenbang namun tidak mempunyai akses yang cukup dalam perencanaan keuangan melalui jalur KUA dan PPAS.

KetigaMasyarakat tidak mempunyai mekanisme untuk memantau aspirasi mereka untuk sampai pada usulan rencana  penganggaran. Selama ini tidak pernah ada prosentase yang jelas tentang jumlah program atau kegiatan yang berasal dari aspirasi masyarakat, program pemerintah maupun aspirasi melalui dewan. Masyarakat hanya pasrah menerima nasib mereka tanpa tahu alasannya mengapa usulan mereka tidak sampai pada penganggaran. Dengan tidak adanya penjelasan yang cukup kepada masyarakat tentang tidak jelasnya ”nasib” aspirasi  mereka dapat mengakibatkan hal-hal yang kontra produktif didalam pelaksanaan pembangunan selajutnya. Gejala tersebut dapat dilihat dengan banyaknya gejolak di lingkungan masyarakat ketika saluran-saluran komunikasi baik dengan pemerintah maupun politisi tersumbat.

Dari faktor-faktor itu masyarakat menjadi jeli dan tidak menyetujui adanya kegiatan musrenbang lagi. Dalam konteks musrenbang yang seharusnya adalah: jika pertanyaan mengapa tidak semua aspirasi masyarakat dalam proses pra maupun pasca musrenbang banyak yang tidak terakomodir setelah menjadi dokumen APBD kemudian dijawab dengan keterbatasan anggaran, maka zero, yakni terjadi perencanaan versus penganggaran. Dalam konteks ini, diskursus tentang makna musrenbang perlu diketengahkan yakni bagaimana membangun sinkronisasi politik perencanaan dengan politik penganggaran.

Memang, pasca keluarnya UU 25/2004 ada beberapa fungsi yang dahulunya dimiliki oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) sedikit berkurang, namun hal ini menjadi fatal. Fungsi arahan alokasi anggaran program yang dahulu menempel dalam fungsi BAPPEDA bersamaan dengan fungsi perencanaan program saat ini hilang. Hal ini berakibat pada lemahnya fungsi BAPPEDA dalam konteks menyelaraskan program dan ketersediaan anggaran sehingga penetapan prioritas dan alokasi menjadi sesuatu yang tidak bisa disepakati dan dihasilkan dalam musrenbang.Karena kepastian prioritas dan penyepakatan anggaran itu tidak selesai di musrenbang,maka agenda pasca musrenbang yang notabene tidak bisa dipantau oleh banyak orang menjadi forum yang lebih menentukan, dan sarat dengan kepentingan.

Selain itu, fungsipenganggaran kemudian juga bukan kewenangan BAPPEDA semata melainkan kewenangan Tim Anggaran Pemerintah daerah (TAPD), sehingga sinergitas antara perencanaan dan penganggaran tidak bisa dijamin. Isu yang sangat ’ramai’ diperdebatkan dalam musrenbang yang dikomandani BAPPEDA, tak jarang hilang manakala masuk ke arena penganggaran yang dikomandani satuan kerja lain. Mengapa hilang? karena satuan kerja penentu anggaran tidak ikut atau tidak terlibat secara langsung dalam ramainya perdebatan dalam musrenbang sehingga tidak memahami substansi mengapa usulan program itu menjadi prioritas untuk dianggarkan.

Berdasarkan permasalahan ini maka Pihak Bappeda berinsiatif menyusun suatu sistem informasi yang dirancang khusus untuk bagaimana caranya mengakomodir usulan musrenbang yang dimulai dari tingkat dusun/desa, Kecamatan sampai ketingkat Kabupaten, provinsi maupun nasional. Sistem yang dibangun akan diberi nama Sistem Informasi Musrenbang merupakan sistem informasi berbetuk portal yang dikembangkan untuk memfasilitasi proses Musrenbang (Musyawarah Perencanaan Pembangunan) RKPD Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota Dengan difasilitasinya proses musrenbang tersebut, maka diharapkan proses akan berjalan lebih baik (efektif dan efisien), bisa berjalan secara sinergis (antara Pusat, Propinsi dan Kabupaten/Kota), dan bersifat transparan.

B. PERMASALAHAN YANG DIHADAPI

Selain permasalahan yang diungkapkan diatas, Secara spesifik masalah yang ditemui dalam pelaksanaan kegiatan musyawarah perencanaan pembangunan yang dilaksanakan oleh Badan perencanaan Pembangunan Daerah di Provinsi/Kabupaten/Kota adalah:

  1. Belum adanya pelibatan secara menyeluruh masyarakat dalam proses musyawarah perencanaan pembangunan
  2. Belum tersosialisasinya juknis pelaksanaan musrenbang baik menyangkut ketetapan penanggungjawab dan stakeholder terlibat serta pembagian tugas dan fungsi secara jelas secara aktif dalam pelaksanaan musrenbang
  3. Belum ada publikasi hasil-hasil musrenbang dari tingkat Desa sampai tingkat Kabupaten/Kota oleh pemerintah daerah.

C.DASAR PELAKSANAAN

Adapun yang menjadi dasar pelaksanaan kegiatan Penyusunan Sistem Informasi Musrenbang adalah:

  1. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah ;
  2. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 tentang Perubahan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah ;
  3. Peraturan Pemerintah No. 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan ;
  4. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah.
  5. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 Tentang Tahapan, Tatacara Penyusunan, Pengendalian, Dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah.
  6. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 050-187/Kep/Bangda/2007 Tentang Pedoman Penilaian dan evaluasi pelaksanaan Penyelenggaraan musyawarah perencanaan Pembangunan (musrenbang)
  7. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informasi Nomor: 41/PER/MEN.KOMINFO/11/2007 Tentang Panduan umum Tata kelola teknologi informasi dan komunikasi Nasional

D. TUJUAN PELAKSANAAN

Adapun yang menjadi tujuan pembuatan Sistem Informasi E-MUSRENBANG (Musyawarah Perencanaan Pembangunan) adalah

  1. Membantu Stakeholder dalam menyusun laporan pelaksanaan hasil musrenbang yang dimulai dari desa/Kecamatan sampai ditingkat Nasional
  2. Membantu stakeholder dalam menganalisa serta merumuskan kebijakan perencanaan pembangunan daerah yang berbasis prioritas masyarakat
  3. Membantu stakeholder dalam menjaga konsistensi perencanaan

E. OUTPUT YANG DIHASILKAN

Output (keluaran) yang diharapkan dari sistem informasi Musyawarah Perencanaan Pembangunan adalah Jumlah Dokumen Hasil usulan Musrenbang yang menjadi acuan dalam penyusunan dokumen Rencana Kerja Pembangunan Daerah”. Adapun proses perumusan sampai dengan penetapan usulan dapat dilihat dalam rincian laporan sebagai berikut:

  1. Matriks usulan hasil musrenbang Kecamatan berdasarkan bidang
  2. Matriks usulan hasil musrenbang Kecamatan berdasarkan sumber dana
  3. Matriks usulan prioritas hasil musrenbang Kabupaten/Kota berdasarkan bidang
  4. Matriks usulan prioritas hasil musrenbang Kabupaten/Kota berdasarkan sumber dana
  5. Rekapitulasi usulan prioritas hasil musrenbang Kabupaten/Kota berdasarkan sumber dana
  6. Matriks Usulan Hasil Verifikasi Musrenbang Provinsi
  7. Matriks usulan hasil verifikasi musrenbang Provinsi berdasarkan dinas
  8. Matriks usulan hasil verifikasi musrenbang Provinsi berdasarkan dinas per sumber dana
  9. Matriks usulan hasil verifikasi musrenbang Provinsi berdasarkan bidang
  10. Rekapitulasi usulan hasil verifikasi musrenbang Provinsi berdasarkan dinas
  11. Rekapitulasi usulan hasil verifikasi musrenbang Provinsi berdasarkan bidang
  12. Rekapitulasi usulan hasil verifikasi musrenbang Provinsi berdasarkan tahun
  13. Matriks usulan yang tidak lolos verifikasi hasil musrenbang Provinsi
  14. Rekapitulasi usulan yang tidak lolos verifikasi hasil musrenbang Provinsi

F. RUANG LINGKUP/DESAIN APLIKASI

Adapun yang menjadi ruang lingkup atau batasan penyusunan dan implementasi Sistem Informasi E-MUSRENBANG (Musyawarah Perencanaan Pembangunan) sebagaimana tertera dalam flow chart dibawah ini:

G. KONSEP DASAR SISTEM INFORMASI YANG DIBUTUHKAN

Konsep Dasar Sistem Informasi dan Jaringan yang dibutuhkan dalam menjalankan Sistem Informasi Musyawarah Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota adalah

  1. Sistem Informasi berbasis WEB (Online) dilengkapi dengan Fitur Penunjang seperti:
  • Teknologi Multiuser , yaitu memungkinkan aplikasi dapat bekerja untuk banyak pengguna dengan kewenangan yang telah ditentukan oleh Administrator dan bekerja pada satu basis data yang sama (collaboration).Desain Animasi yang menarik dan fleksibel
  • Desain Format Inputan yang simple dan cepat
  • Desain format halaman muka dalam bentuk Vertikal dan horizontal dalam rangka mempermudah dalam menganalisis data
  • Laporan berbentuk Pdf untuk mempermudah eksport data ke excel dan Word

2. Dalam menjalankan sistem informasi didukung oleh perangkat pendukung software

  • 500 MB hosting disetiap login User SKPD
  • 10 MB untuk jaringan koneksi internet per bulan
  • PC MAC
  • LCD Proyektor
  • Wireless
  • Kabel Konektor
  • Server dan Peralatan Pendukung

3. Dalam melaksanakan kegiatan didukung oleh personil sebagai berikut:

  1. Koordinator adalah Bappeda Provinsi/Kabupaten/Kota yang bertugas melaksanakan musrenbang RKPD Provinsi/Kabupaten/Kota mulai dari tahapan persiapan, pelaksanaan dan Penilaian.
  2. Kelompok Kerja (Pokja) adalah kelompok yang terdiri dari Bappeda Provinsi/Kabupaten/Kota dan dinas/Badan/Unit dilingkungan Provinsi/Kabupaten/Kota yang bertugas :
    • Bappeda Kabupaten/Kota bertugas Mengkoordinasikan Usulan Kecamatan/instansi berdasarkan Bidang dilingkungan Kabupaten/Kota
    •  Dinas/Badan/Unit bertugas mengkoordinasikan usulan instansi Provinsi/kabupaten/kota
  3.  Verifikator/editor adalah petugas yang bertugas memverifikasi kesesuaian usulan musrenbang dengan visi, misi, tujuan dan sasaran dengan Rancangan RKPD Provinsi/Kabupaten/Kota; secara rinci tugas verifikator adalah sebagai berikut :
    • Verifikasi Usulan Hasil Musrenbang Kabupaten/Kota
    • Melakukan Verifikasi lapangan atas usulan musrenbang Kabupaten/Kota
    • Menyusun rekomendasi ditolak/diterima dalam dokumen RKPD provinsi beserta alasan/pertimbangan
    • Mendistribusikan usulan Gubernur/Wakil Gubernur, Kabupaten/Kota. Usul DPRD, SKPD dan Masyarakat ke Instansi Pelaksana yang ada di Lingkungan Provinsi/Kabupaten/Kota

H. EVALUASI/AUDIT SISTEM INFORMASI E-MURENBANG (MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH)

  1. Evaluasi Perencanaan dan Pembuatan Sistem Informasi harus memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:
    1. Efektivitas
      • Menitikberatkan sejauhmana informasi yang dikelola dari data-data yang diperoleh dari sistem yang dibangun
    2. Eficiency
      • Menitikberatkan sejauhmana efisisensi investasi terhadap infomrasi yang diproses oleh sistem
    3. Confidientally
      • Menitikberatkan pada pengelolaan kerahasiaan informasi secara hierarkhis
    4. Integrity
      • Menitikberatkan integritas data/informasi dalam sistem
    5. Avaliability
      • Menitikberatkan ketersediaan data/infromasi dalam sistem
    6. Compliance
      • Menitkberatkan pada kesesuaian data dalam sistem informasi
    7. Reliability
      • Menitikberatkan kemampuan/ketangguhan data/informasi dalam sistem informasi dalam pengelolaan data
  1. Ruang Lingkup Proses Tata Kelola
    1. Perencanaan Sistem
      • Proses ini menangani identifikasi kebutuhan organisasi dan formulasi inisiatif-inisiatif TIK apa saja yang dapat memenuhi kebutuhan organisasi tersebut.
    2. Manajemen Belanja/Investasi
      • Proses ini menangani pengelolaan investasi/belanja TIK
    3. Realisasi Sistem
      • Proses ini menangani pemilihan, penetapan, pengembangan/akuisisi sistem TIK, serta manajemen proyek TIK.
    4. Pengoperasian Sistem
      • Proses ini menangani operasi TIK yang memberikan jaminan tingkat layanan dan keamanan sistem TIK yang dioperasikan.
    5. Pemeliharaan Sistem
      • Proses ini menangani pemeliharaan aset-aset TIK untuk mendukung pengoperasian sistem yang optimal.
  1. Evaluasi atas pemanfaatan/penggunaan Sistem Informasi Musyawarah Perencanaan Pembangunan Daerah meliputi:
    1. Perencanaan dan organisasi (planning and organization)
      • Kegiatan ini dilaksanakan oleh Sekretariat di Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Program Perencanaan Pembangunan dimana penanggung Jawab adalah Kepala Badan, sekretaris berfungsi sebagai manajerial keterlaksanaan program dan kegiatan dan Kepala Sub Bagian perencanaan sebagai pengguna sistem
    2. Pengadaan dan implementasi (acquisition and implementation)
      • Sistem informasi msuyawarah Perencanaan Pembangunan diadakan oleh Pihak Ketiga yang mempunyai keahlian khusus dibidang Rancang Bangun Sistem informasi
    3. Pengantaran dan dukungan (delivery and support)
      • Kegiatan ini mencakup ketersediaan sarana prasarana, Sumber Daya Manusia dan pendukung lainnya. Dibidang Sekretariat telah tersedia 5 buah komputer yang terhubung langsung dengan internet, dengan personil sebanyak 5 (tujuh) orang yang telah mengenal serta mampu mengaplikasikan komputer
    4. Pengawasan dan evaluasi (monitoring and evaluation)
      • Pengawasan dan Evaluasi kegiatan ini dipimpin langsung oleh Kepala Badan dan Sekretaris yang telah memahami alur musrenbang serta memahami Teknologi Informasi

I. PELAKSANA

Kegiatan ini dilaksanakan oleh :

  1. Sekretaris, yang berfungsi sebagai pengendali, penjamin kualitas
  2. Kepala Sub Bidang Perencana sebagai komunikator data
  3. Sub Perencana SKPD / kecamatan sebagai pengumpul, pemandu / fasilitator dan pengolah data usulan
  4. Konsultan/Pihak Ketiga dalam Menyusun Desain, Implementasi sistem, Pemeliharaan sistem dan konsultasi penggunaan sistem

I. BIAYA

Biaya pelaksanaan kegiatan ini dibebankan pada Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah

J. PENUTUP

Demikian Kerangka Acuan Kerja ini dibuat sebagai pedoman pelaksanaan Program Perencanaan Pembangunan Daerah Kegiatan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Daerah

JADWAL KEGIATAN :

Hari/Tanggal : Disesuaikan

Tempat          : Disesuaikan

Paket Sudah Termasuk :

 

 

 

  1. e-Budgeting.
  2. e-Planning RPJMD.
  3. e-Planning.
  4. e-Musrenbang
  5. e-Monevren
  6. e-Perfomance

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

You cannot copy content of this page