Bimtek Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan
Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan
Pendahuluan
Dalam rangka melaksanakan pembangunan nasional Negara Kesatuan Republik Indonesia yang bertujuan untuk menyejahterakan dan memakmurkan seluruh rakyat Indonesia secara merata dan berkeadilan, sesuai dengan amanat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dibutuhkan pendanaan yang bersumber dari penerimaan negara terutama yang berasal dari pajak. Hak negara untuk memungut pajak diatur dalam ketentuan Pasal 23A Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang.
Komponen terbesar dalam pendapatan negara bersumber dari penerimaan pajak. Namun, hingga saat ini penerimaan pajak masih mengalami kendala baik yang berasal dari faktor internal maupun dari faktor eksternal. Dalam mengatasi kendala dari faktor internal, saat ini Pemerintah telah dan sedang melakukan reformasi perpajakan pada Direktorat Jenderal Pajak dengan tujuan antara lain untuk memperbaiki organisasi, proses kerja, pengelolaan data dan informasi dari perbankan, serta sumber daya manusia. Sedangkan dari faktor eksternal, selain terjadinya pelemahan ekonomi dan perdagangan global, juga masih banyak ditemukannya Wajib Pajak yang melakukan penghindaran pajak ke luar Indonesia. Dengan adanya pusat-pusat pelarian pajak/perlindungan dari pengenaan pajak (tax haven), dan belum adanya mekanisme serta aturan yang mengharuskan pertukaran informasi antar negara dan yurisdiksi, semakin mempersulit upaya pengumpulan pajak di Indonesia yang berdasarkan pada sistem self-assesment.
Sementara itu, pengawasan Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya secara self-assessment tersebut merupakan hal yang esensial untuk meningkatkan penerimaan pajak. Pengawasan tersebut dapat dilaksanakan dengan optimal sepanjang telah tersedianya akses yang luas bagi otoritas perpajakan untuk menerima dan memperoleh informasi keuangan bagi kepentingan perpajakan dalam pembentukan basis data perpajakan yang lebih kuat dan akurat.
Ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan, perbankan, perbankan syariah, dan pasar modal, serta peraturan perundangundangan lainnya yang berlaku saat ini telah membatasi akses otoritas perpajakan untuk menerima dan memperoleh informasi keuangan, baik dari sisi prosedur maupun persyaratan. Kondisi keterbatasan akses tersebut dimanfaatkan Wajib Pajak untuk tidak patuh melaporkan penghasilan dan harta sesungguhnya. Hal ini dapat menghambat terwujudnya keberlanjutan efektivitas kebijakan pengampunan pajak dan penguatan basis data perpajakan, serta Indonesia berpotensi menjadi negara tujuan penempatan dana ilegal.
Saat ini Indonesia telah mengikatkan diri pada perjanjian internasional di bidang perpajakan dengan banyak negara/yurisdiksi, yang di dalamnya juga mengatur mengenai pertukaran informasi termasuk pertukaran informasi keuangan secara otomatis sesuai dengan standar internasional yang disepakati. Salah satu persyaratan yang harus dipenuhi oleh Indonesia untuk mengimplementasikan pertukaran informasi keuangan secara otomatis adalah membentuk aturan domestik yang mengatur mengenai kewenangan otoritas perpajakan untuk mengakses informasi keuangan, kewajiban bagi lembaga jasa keuangan untuk melaporkan informasi keuangan secara otomatis kepada otoritas perpajakan, melakukan prosedur identifikasi rekening keuangan untuk kepentingan pelaporan dimaksud, serta adanya penerapan sanksi bagi ketidakpatuhan atas kewajiban-kewajiban tersebut.
Global Forum on Transparency and Exchange of Information for Tax Purposes (Global Forum) yang hingga saat ini telah beranggotakan 139 negara atau yurisdiksi termasuk Indonesia, telah menguji transparansi dan pertukaran informasi yang efektif masing-masing negara anggota dan telah memberikan peringkat kepada 113 negara atau yurisdiksi, termasuk untuk Indonesia. Berdasarkan penilaian yang bersifat secara keseluruhan tersebut, Indonesia telah ditempatkan dalam peringkat “Patuh Sebagian” (Partially Compliant), karena tidak adanya kewenangan Direktorat Jenderal Pajak selaku otoritas perpajakan di Indonesia untuk memperoleh dan menyediakan informasi keuangan (power to obtain and provide financial information). Hal tersebut disebabkan adanya pembatasan akses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan dalam undang-undang di bidang perpajakan, perbankan, perbankan syariah, dan pasar modal, serta peraturan perundang-undangan lainnya.
Penempatan Indonesia sebagai negara dengan peringkat “Patuh Sebagian” (Partially-Compliant) dimaksud mengakibatkan Indonesia dianggap tidak transparan dan kurang efektif dalam pertukaran informasi keuangan oleh seluruh negara atau yurisdiksi mitra pertukaran informasi dan sejumlah lembaga internasional.
Pertukaran informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan, selain dilakukan dengan cara permintaan, dapat juga dilakukan dengan cara otomatis (Automatic Exchange of Financial Account Information/AEOI). Saat ini terdapat 100 negara atau yurisdiksi termasuk Indonesia, telah menyatakan komitmennya untuk mengimplementasikan pertukaran informasi keuangan secara otomatis berdasarkan Common Reporting Standard (CRS), yang disusun oleh Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD) dan G20. Komitmen Indonesia tersebut diwujudkan dengan ditandatanganinya Persetujuan Multilateral Antar-Pejabat yang Berwenang (Multilateral Competent Authority Agreement) atas AEOI pada tanggal 3 Juni 2015 dan Indonesia menyetujui untuk mulai melakukan pertukaran informasi keuangan secara otomatis pada bulan September 2018.
Terkait dengan pelaksanaan pertukaran informasi keuangan secara otomatis (AEOI), Global Forum telah memberikan peringkat kepada Indonesia sebagai negara yang berisiko gagal (at risk) untuk memenuhi komitmen AEOI karena belum tersedianya perangkat hukum primer berupa peraturan perundang-undangan setingkat undang-undang untuk melaksanakan AEOI di Indonesia. Apabila sampai dengan batas waktu tanggal 30 Juni 2017 Indonesia belum membentuk perangkat hukum primer dimaksud, Indonesia akan dipublikasikan sebagai negara yang gagal memenuhi komitmen (fail to meet its commitment) untuk pelaksanaan AEOI.
Dalam hal Indonesia dipublikasikan sebagai negara yang gagal dalam mewujudkan komitmen pada standar AEOI, Indonesia akan dimasukkan dalam daftar negara tidak kooperatif (Non-Cooperative Jurisdictions). Hal tersebut akan mengakibatkan kerugian yang signifikan bagi Indonesia, antara lain menurunnya kredibilitas Indonesia sebagai anggota G20, menurunnya kepercayaan investor, dan berpotensi terganggunya stabilitas ekonomi nasional, serta dapat menjadikan Indonesia sebagai negara tujuan penempatan dana ilegal.
Materi Bahasan :
- Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2017 Tentang Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan.
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 73/PMK.03/2017 Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan nomor 70/PMK.03/2017 Tentang Petunjuk Teknis Mengenai Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan.
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.03/2017 Tentang Tata Cara Pertukaran Informasi Berdasarkan Perjanjian Internasional.
- Tata Cara Penerimaan dan Penatausahaan Laporan Wajib Pajak dalam Rangka Pengampunan Pajak
Narasumber
Kementerian Keuangan Republik Indonesia
Biaya Pelatihan
Biaya pelaksanaan kegiatan disesuaikan
Fasilitas Pelatihan :
- Bahan Ajar Narasumber
- Pedoman Peserta Pelatihan
- Flash Disk Softcopy bahan ajar
- Seminar Kits
- Sertifikat Pelatihan
- Coffee Break
- Tas
- Akomodasi Hotel 4 hari 3 malam (Breakfast, Lunch dan Dinner)
Jadwal Bimtek
JULI | AUGUS | SEPT | OCT | NOV | DEC |
- | 01 - 04 | 02 - 05 | 03 - 06 | 04 - 07 | 02 - 05 |
- | 05 - 08 | 05 - 08 | 07 - 10 | 07 - 10 | 05 - 08 |
- | 08 - 11 | 09 - 12 | 10 - 13 | 11 - 14 | 09 - 12 |
- | 12 - 15 | 12 - 15 | 14 - 17 | 14 - 17 | 12 - 15 |
- | LIBUR | 16 - 19 | 17 - 20 | 18 - 21 | 16 - 19 |
- | 19 - 22 | 19 - 22 | 21 - 24 | 21 - 24 | 19 - 22 |
22 - 25 | 22 - 25 | 23 - 26 | 24 - 27 | 25 - 28 | 23 - 26 |
25 - 28 | 26 - 29 | 26 - 29 | 28 - 31 | 28 - 01 | 26 - 29 |
29 - 01 | 29 - 01 | 30 - 03 | 31 - 03 | - | Libur |