Isi Perpres No. 16 Tahun 2018 Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
Isi Perpres No. 16 Tahun 2018 Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang Baru Diteken Jokowi
Dalam perpres sebelumnya masih terdapat kekurangan dan belum menampung perkembangan kebutuhan Pemerintah mengenai pengaturan atas Pengadaan Barang/Jasa yang baik.
Pada 16 Maret 2018, Presiden Joko Widodo telah menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) No.16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Presiden memandang Perpres No. 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Perpres No.4 Tahun 2015 masih terdapat kekurangan dan belum menampung perkembangan kebutuhan Pemerintah mengenai pengaturan atas Pengadaan Barang/Jasa yang baik.
Dalam Perpres teranyar ini disebutkan bahwa metode pemilihan Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi/asa Lainnya terdiri atas: a. E-purchasing; b. Pengadaan Langsung; c. Penunjukan Langsung; d. Tender Cepat; dan e. Tender.
E-purchasing sebagaimana dimaksud, menurut Perpres ini, dilaksanakan untuk Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang sudah tercantum dalam katalog elektronik. Sedangkan Pengadaan Langsung sebagaimana dimaksud dilaksanakan untuk Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang bernilai paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah), Penunjukan Langsung sebagaimana dimaksud dilaksanakan untuk Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya dalam keadaan tertentu.
Adapun Tender Cepat sebagaimana dimaksud dilaksanakan dalam hal: a. spesifikasi dan volume pekerjaannya sudah dapat ditentukan secara rinci; dan b. Pelaku Usaha telah terkualifikasi dalam Sistem Informasi Kinerja Penyedia, dan Tender sebagaimana dimaksud dilaksanakan dalam hal tidak dapat menggunakan metode pemilihan Penyedia sebagaimana dimaksud dalam keadaan tertentu.
“Metode evaluasi penawaran Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya dilakukan dengan: a. Sistem Nilai; b. Penilaian Biaya Selama Umur Ekonomis; atau c. Harga Terendah,” bunyi Pasal 39 Perpres ini seperti dikutip dari laman Setkab, Senin (2/4).
Adapun Metode pemilihan Penyedia Jasa Konsultansi, menurut Perpres ini, terdiri atas: a. Seleksi; b. Pengadaan Langsung; dan c. Penunjukan Langsung. Seleksi sebagaimana dimaksud, menurut Perpres ini, dilaksanakan untuk Jasa Konsultansi bernilai paling sedikit di atas Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). Sedangkan Pengadaan Langsung sebagaimana dimaksud dilaksanakan untuk Jasa Konsultansi yang bernilai sampai dengan paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah), dan Penunjukan Langsung sebagaimana dimaksud dilaksanakan untuk Jasa Konsultansi dalam keadaan tertentu.
“Dalam hal dilakukan Penunjukan Langsung untuk Penyedia Jasa Konsultansi sebagaimana dimaksud, diberikan batasan paling banyak 2 (dua) kali,” bunyi Pasal 41 ayat (6) Perpres ini.
Metode evaluasi penawaran Penyedia Jasa Konsultansi, menurut Perpres ini, dilakukan dengan: a.Kualitas dan Biaya; b. Kualitas; c. Pagu Anggaran; atau d. Biaya Terendah.
Swakelola
Menurut Perpres ini, pelaksanaan Swakelola tipe I dilakukan dengan ketentuan: a. PA (Pengguna Anggara)/KPA (Kuasa Pengguna Anggaran dapat menggunakan pegawai Kementerian/ Lembaga/ Perangkat Daerah lain dan/atau tenaga ahli; b. Penggunaan tenaga ahli tidak boleh melebihi 50% (lima puluh persen) dari jumlah Tim Pelaksana; dan c. Dalam hal dibutuhkan Pengadaan Barang/Jasa melalui Penyedia, dilaksanakan sesuai ketentuan dalam Peraturan Presiden ini.
Untuk pelaksanaan Swakelola tipe II dilakukan dengan ketentuan: a. PA/ KPA melakukan kesepakatan kerja sama dengan Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah lain pelaksana Swakelola; dan b. PPK menandatangani Kontrak dengan Ketua Tim Pelaksana Swakelola sesuai dengan kesepakatan kerja sama sebagaimana.
Adapun pelaksanaan Swakelola tipe III, menurut Perpres ini, dilakukan berdasarkan Kontrak PPK (Pejabat Pembuat Komitmen) dengan pimpinan Ormas (Organisasi Kemasyarakatan). Dan untuk pelaksanaan Swakelola tipe IV dilakukan berdasarkan Kontrak PPK dengan pimpinan Kelompok Masyarakat. “Pembayaran Swakelola dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.,” bunyi Pasal 48 Perpres ini.
Tender
Menurut Perpres ini, pelaksanaan pemilihan melalui Tender/Seleksi meliputi: a. Pelaksanaan Kualifikasi; b. Pengumuman dan/atau Undangan; c. Pendaftaran dan Pengambilan Dokumen Pemilihan; d. Pemberian Penjelasan; e. Penyampaian Dokumen Penawaran; f. Evaluasi Dokumen Penawaran; g. Penetapan dan Pengumuman Pemenang; dan h. Sanggah.
“Selain ketentuan sebagaimana dimaksud untuk pelaksanaan pemilihan Pekerjaan Konstruksi ditambahkan tahapan Sanggah Banding,” bunyi Pasal 50 ayat (2) Perpres ini.
Pelaksanaan pemilihan sebagaimana dimaksud, menurut Perpres in, untuk Seleksi Jasa Konstruksi dilakukan klarifikasi dan negosiasi terhadap penawaran teknis dan biaya setelah masa sanggah selesai.
Adapun pemilihan melalui Tender Cepat dilakukan dengan ketentuan: a. peserta telah terkualifikasi dalam Sistem Informasi Kinerja Penyedia; b. peserta hanya memasukkan penawaran harga; c. evaluasi penawaran harga dilakukan melalui aplikasi; dan d. penetapan pemenang berdasarkan penawaran terendah.
Üntuk pengadaan lansung dilakukan: a. pembelian/pembayaran langsung kepada Penyedia untuk Pengadaan Barang/Jasa Lainnya yang menggunakan bukti pembelian atau kuitansi; atau b. permintaan penawaran yang disertai dengan klarifikasi serta negosiasi teknis dan harga kepada Pelaku Usaha untuk pengadaan langsung yang menggunakan SPK. “Pemilihan dapat dilakukan setelah RUP diumumkan,” bunyi Pasal 50 ayat (9) Perpres ini.
Untuk barang/jasa yang kontraknya harus ditandatangani pada awal tahun, menurut Perpres ini, pemilihan dapat dilaksanakan setelah: a. penetapan Pagu AnggaranK/L; atau b. Persetujuan RKA Perangkat Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Perpres ini juga menegaskan, pengadaan Barang/Jasa yang dilaksanakan di luar negeri berpedoman pada ketentuan dalam Peraturan Presiden ini. Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud tidak dapat dilaksanakan, pelaksanaan pengadaan Barang/Jasa menyesuaikan dengan ketentuan ketentuan pengadaan Barang/Jasa di negara setempat.
Keadaan Darurat, Tender Internasional, dan Usaha Kecil
Perpres No.16 Tahun 2018 juga mengatur ketentuan mengenai pengadaan Barang/Jasa dalam rangka penanganan keadaan darurat, tender/seleksi internasional dan dana pinjaman luar negeri atau hibah luar negeri, serta usaha kecil, produk dalam negeri dan pengadaan berkelanjutan.
Penanganan keadaan darurat, menurut Perpres ini, dilakukan untuk keselamatan/perlindungan masyarakat atau warga negara Indonesia yang berada di dalam negeri dan/atau luar negeri yang pelaksanaannya tidak dapat ditunda dan harus dilakukan segera.
Keadaan darurat itu meliputi: a. bencana alam, bencana non-alam, dan/atau bencana sosial; b. pelaksanaan operasi pencarian dan pertolongan; c. kerusakan sarana/ prasarana yang dapat mengganggu kegiatan pelayanan publik; d. bencana alam, bencana non-alam, bencana sosial, perkembangan situasi politik dan keamanan di luar negeri, dan/atau pemberlakuan kebijakan pemerintah asing yang memiliki dampak langsung terhadap keselamatan dan ketertiban warga negara Indonesia di luar negeri; dan/atau e. pemberian bantuan kemanusiaan kepada negara lain yang terkena bencana.
“Penetapan keadaan darurat sebagaimana dimaksud dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” bunyi Pasal 59 ayat (3) Perpres ini.
Untuk penanganan keadaan darurat sebagaimana dimaksud, menurut Per pada ayat (2), PPK menunjuk Penyedia terdekat yang sedang melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa sejenis atau Pelaku Usaha lain yang dinilai mampu dan memenuhi kualifikasi untuk melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa sejenis.
Tender/Seleksi Internasional
Menurut Perpres ini, Tender/ Seleksi Internasional dapat dilaksanakan untuk: a. Pengadaan Pekerjaan Konstruksi dengan nilai paling sedikit di atas Rp1.000.000.000.000,00 (satu triliun rupiah); b. Pengadaan Barang/Jasa Lainnya dengan nilai paling sedikit di atas Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah); c. Pengadaan Jasa Konsultansi dengan nilai paling sedikit di atas Rp25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah); atau d. Pengadaan Barang/Jasa yang dibiayai oleh Lembaga Penjamin Kredit Ekspor atau Kreditor Swasta Asing.
“Tender/ Seleksi Internasional dilaksanakan untuk nilai kurang dari batasan sebagaimana dimaksud dalam hal tidak ada Pelaku Usaha dalam negeri yang mampu dan memenuhi persyaratan,” bunyi Pasal 63 ayat (2) Perpres ini.
Badan usaha asing yang mengikuti Tender/Seleksi Internasional sebagaimana dimaksud, menurut Perpres ini, harus melakukan kerja sama usaha dengan badan usaha nasional dalam bentuk konsorsium, subkontrak, atau bentuk kerja sama lainnya.
Selain itu, Badan usaha asing yang melaksanakan Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi, harus bekerja sama dengan industri dalam negeri dalam pembuatan suku cadang dan pelaksanaan pelayanan purnajual.
Perpres ini juga menegaskan, pengadaan Barang/Jasa untuk kegiatan yang pendanaannya bersumber dari pinjaman luar negeri atau hibah luar negeri berlaku ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden ini, kecuali diatur lain dalam perjanjian pinjaman luar negeri atau perjanjian hibah luar negeri.
“Proses Pengadaan Barang/Jasa untuk kegiatan yang pendanaannya bersumber dari pinjaman luar negeri dapat dilaksanakan sebelum disepakatinya perjanjian pinjaman luar negeri (advance procurement),” bunyi Pasal 64 ayat (2) Perpres ini, seraya ditambahkan pada Pasal 64 ayat (3) bahwa dalam menyusun perjanjian sebagaimana dimaksud dapat dikonsultasikan kepada LKPP.
Usaha Kecil, Produk Dalam Negeri
Menurut Perpres ini, dalam Pengadaan Barang/Jasa, PA/ KPA memperluas peran serta usaha kecil. Pemaketan dilakukan dengan menetapkan sebanyak-banyaknya paket untuk usaha kecil tanpa mengabaikan prinsip efisiensi, persaingan usaha yang sehat, kesatuan sistem, dan kualitas kemampuan teknis.
“Nilai paket Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah), dicadangkan dan peruntukannya bagi usaha kecil, kecuali untuk paket pekerjaan yang menuntut kemampuan teknis yang tidak dapat dipenuhi oleh usaha kecil,” bunyi Pasal 65 ayat (4) Perpres ini.
Melalui Perpres ini, Presiden mengamanatkan LKPP dan Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah memperluas peran serta usaha kecil dengan mencantumkan barang/jasa produksi usaha kecil dalam katalog elektronik. Selain itu, Kementerian/ Lembaga/ Perangkat Daerah wajib menggunakan produk dalam negeri, termasuk rancang bangun dan perekayasaan nasional.
Kewajiban penggunaan produk dalam negeri sebagaimana dimaksud, menurut Perpres ini, dilakukan jika terdapat peserta yang menawarkan barang/jasa dengan nilai Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) ditambah nilai Bobot Manfaat Perusahaan (BMP) paling rendah 40% (empat puluh persen).
“Pengadaan barang impor dapat dilakukan, dalam hal: a. barang tersebut belum dapat diproduksi di dalam negeri; atau b. volume produksi dalam negeri tidak mampu memenuhi kebutuhan,” bunyi Pasal 66 ayat (5) Perpres ini.
Disebutkan dalam Perpres ini, preferensi harga merupakan insentif bagi produk dalam negeri pada pemilihan Penyedia berupa kelebihan harga yang dapat diterima. Preferensi harga itu diberlakukan untuk Pengadaan Barang/Jasa yang bernilai paling sedikit di atas Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Preferensi harga, menurut Perpres ini, diberikan terhadap barang/jasa yang memiliki TKDN paling rendah 25% (dua puluh lima persen). Sementara preferensi harga untuk barang/jasa paling tinggi 25% (dua puluh lima persen), dan preferensi harga untuk Pekerjaan Konstruksi yang dikerjakan oleh badan usaha nasional paling tinggi 7,5% (tujuh koma lima persen) di atas harga penawaran terendah dari badan usaha asing.
Preferensi harga itu, tegas Perpres ini, diperhitungkan dalam evaluasi harga penawaran yang telah memenuhi persyaratan administrasi dan teknis. “Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan,” bunyi Pasal 94 Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018, yang telah diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly pada 22 Maret 2018 itu.